Mohan, Bocah yang Selamat dari Kanker Leukemia

Mohan Sembuh dari leukemia
Muhammad Maulana Hazrat Mohani dan ibunya Nurul Qomariah milih menjadi relawan untuk pasien kanker anak

BANYUWANGI— Muhammad Maulana Hazrat Mohani (11) terlihat bermain bersama kawannya di depan kelas saat istirahat sekolah.
Secara fisik tidak ada yang berbeda dari siswa yang duduk di kelas 4 Sd Al-Khairiyah Banyuwangi tersebut. Padahal, Mohan —begitu ia dipanggil—, divonis terkena kanker Leukemia sejak 2006 lalu.

“Tapi Mohan sudah sembuh. Kalau ditanya obatnya apa, Mohan jawab obatnya itu ibu,” cetus bocah laki-laki yang bertubuh tambun tersebut.

Mohan bercerita, ia setiap hari bersekolah dan beraktivitas seperti teman-temannya.

“Cuma sama ibu enggak boleh jajan sembarangan. Biasanya sama ibu dikirim makan siang ke sekolah. Mohan juga enggak ikut pelajaran olahraga. Ibu bilang Mohan harus jaga kesehatan dan enggak boleh capek soalnya nanti sakit lagi,” katanya sambil menikmati pangsit yang dibawakan ibunya.

Ismurini, guru kelas Mohan, mengaku tidak membedakan Mohan dengan teman sekelasnya. Ia tetap mengikuti kegiatan belajar dan mengajar seperti layaknya murid lain.

“Tapi memang tidak bisa dipaksakan. Seperti pelajaran olahraga yang mengeluarkan energi yang berlebihan memang tidak dianjurkan, karena kan sering konsultasi sama orangtuanya. Tapi dia gampang lupa sama pelajaran. Mungkin memang ada pengaruh dari penyakit yang dideritanya,” katanya.

Kepada teman sekelasnya, Ismurini juga menjelaskan tentang kondisi kesehatan Mohan. “Harapannya agar teman-teman mengerti dan ikut berempati. Tapi untuk kegiatan lainnya semua sama dengan yang lainnya,” kata dia.

Sementara itu, Nurul Qomariah (35), ibu kandung Mohan, bercerita penyakit anaknya diketahui tahun 2006 saat Mohan berusia 4 tahun. Awalnya suhu tubuh Mohan naik turun, dan beberapa dokter mengatakan jika anaknya menderita penyakit tifus.

“Tapi saya tidak begitu saja percaya sampai ada satu dokter anak yang mengatakan jika Mohan suspect Leukemia. Saat itu rasanya dunia hancur. Saya orang awam yang enggak paham apa-apa. Saya hanya berpikir jika Mohan akan mati dan saya harus berbuat sesuatu agar anak saya sehat,” jelasnya.

Juni 2006, Mohan dibawa ke salah satu rumah sakit di Surabaya dan mendapatkan perawatan intensif. “Selama seminggu menginap di rumah salah satu perawat rumah sakit, karena harus wira-wiri Surabaya-Banyuwangi. Hingga akhirnya selama 4 bulan Mohan harus menginap di rumah sakit di wilayah Surabaya. Untuk biaya saya sudah tidak terhitung lagi berapa. Yang saya ingat sekitar Rp 60 jutaan, tapi itu belum yang lain-lain, karena semuanya saya biayai sendiri,” kata dia.

“Saya ibu rumah tangga, suami saya juga wiraswasta dan dia juga enggak kerja karena gantian jaga Mohan di rumah sakit selama empat bulan. Selain bantuan dari keluarga dan tetangga, ada beberapa barang yang dijual,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca.

Nurul bercerita, dia sempat mengalami masa sulit terutama masalah keuangan. “Saya sudah putus asa. Uang sudah habis dan Mohan harus kemoterapi. Saat itu yang membuat saya terharu adalah beberapa dokter, perawat, serta beberapa keluarga pasien urunan agar Mohan bisa segera kemo,” tuturnya.

Selama 4 bulan, Nurul harus terus menjaga kondisi anaknya agar tetap stabil dan tidak stres saat dikemotrapi. “Salah satu caranya ya menuruti kemauan anak seperti membeli mainan yang banyak dijual di sekitar rumah sakit. Saya sering juga diutangi pedagang kalau pas enggak megang uang,” ungkapnya.

“Saya enggak masalah, karena pernah anak saya drop hingga panasnya tinggi, HB nya juga turun sampai ia harus disinar. Dan itu saat yang menakutkan buat saya. Total hampir 3 tahun ia menjalani kemoterapi sampai tahun 2009, serta perawatan jalan sampai tahun 2012 lalu. Alhamdulilah sekarang sudah sehat,” paparnya.

Walaupun sudah dinyatakan sehat, Nurul mengaku tetap menjaga kesehatan anaknya. Ia sudah mengajarkan kepada Mohan agar tidak jajan sembarangan, terutama membeli makanan yang mengandung msgm(monosodium glutamat).

Mohan pun diharapkan tidak terkena panas matahari antara jam 11 sampai 12 siang hari karena akan membuat dia kelelahan. Bocah ini juga harus menggunakan masker jika keluar terutama di tempat umum.

“Memang sesekali ia merengek buat jajan, tapi lama-lama dia ngerti karena itu buat kesehatannya sendiri,” jelasnya.

Relawan
Kini, Mohan dan ibunya memilih jadi relawan. Sejak tahun 2012, setelah anaknya dinyatakan sehat, Nurul Qomariah memilih menjadi relawan mendampingi keluarga yang anaknya menderita kanker, terutama yang menjadi suspect kelainan darah.

“Pengalaman selama menemani anak sendiri ingin saya bagi kepada orang lain. Terutama membantu mereka yang sebagian besar berasal dari kalangan menengah ke bawah seperti mengurus surat keterangan miskin,” jelasnya.

Nurul bercerita, salah satu pasien dampingannya yang paling berkesan bernama Galuh yang meninggal dunia di Surabaya.

“Dia telat ditangani karena saya kesulitan saat mengurusi surat keterangan miskin, sampai saya minta bantuan salah satu anggota dewan. Setelah surat keterangan miskin saya bawa ke Surabaya, almarhum Galuh meninggal dunia. Semuanya dikembalikan ke Tuhan, kan yang ngatur semuanya Tuhan,” tuturnya.

Nurul tidak sendirian, ia juga sering mengajak Mohan mengunjungi keluarga pasien. “Berbicara dengan keluarga pasien bagian saya, kalau anaknya biasanya main-main sama Mohan,” ungkapnya.

Sampai hari ini, sudah lebih dari 30 anak yang Nurul Qomariyah dampingi, mulai pasien usia 3 tahun sampai 14 tahun.

“Walaupun tidak semuanya sehat seperti Mohan bahkan ada yang meninggal, tapi paling tidak saya sudah melakukan sesuatu untuk mereka,” cetus perempuan yang saat ini menjadi Ketua Paguyuban Kanker Anak Jawa Timur cabang Banyuwangi sambil menunjukkan foto para pasien dampingannya yang ia simpan di dalam buku besar.

“Saya selalu sering berpesan kepada ibu-ibu jangan terlalu sering memberikan makanan makanan instan serta snack yang banyak mengandung penguat rasa dan MSG karena itu menjadi pemicu. Pengalaman saya jangan pernah diulang lagi, karena dulu saya terlalu sering memberikan makanan siap saji kepada anak saya dengan alasan praktis dan anak suka,” jelasnya.

Nurul juga berharap ada kemudahan terutama saat mengurusi surat keringanan biaya. “Semoga saja ada kebijakan khusus untuk anak penderita kanker agar tidak ada lagi pasien yang meninggal karena telat penanganan disebabkan masalah birokrasi,” kata dia.

 

Sumber Kompas.com

Tinggalkan komentar